Apakah Jawa Itu?


Artikel pertama kali ditulis tanggal 5 Januari 2006.
Pada minggu lalu, di tengah lamunan dalam sebuah bus, saya bertanya mengenai sesuatu yang primordialistik: bagaimana rasanya menjadi orang Jawa yang hidup di negara-kota macam Singapura? Tak menjawab “bagiamana rasanya?”, saya alih-alih tergugah akan identitas diri sebagai orang Jawa: hidup dalam kultur yang rumit, lahir di tengah tata krama Jawa, berbicara hanya Jowo Ngoko (bahasa Jawa kasar), memakai batikbeskap – belangkon – Keris dalam acara adat, membaca prosesi pernikahan Jawa dari buku seorang Indonesianis (Clifford Geertz), tak bisa membaca Ha-Na-Ca-Ra-Ka (alfabet Jawa), tak bisa main gamelan dan tak tahu bagaimana menikmati pertunjukan Wayang. Sama halnya dengan teman seumuran saya, sepertinya saya hanya tahu yang dasar-dasar saja mengenai Jawa.
Jadi, seberapa Jawakah seharusnya saya? Apakah “Jawa” itu?

***
Pulau Jawa. Jawa, pulau terpadat di Indonesia, berisi hal-hal menarik dan sumber ke-gumun-an: kopi, candi, keraton, gunung berapi, bahasa, Wayang, pernikahan yang rumit, sinkretisme agama, kekuasaan otoriter, tata krama, rokok kretek, sastra, gamelan, strata sosial, dan seterusnya. Budaya Jawa biasanya dicatat oleh orang-orang Barat (atau orientalis – karena mereka mempelajari Jawa sebagai bagian dari budaya Timur atau oriental), seperti Clifford Geertz [1], Denys Lombard [2], Christine Jordis [3], John Pamberton [4], dan lainnya.
Bahasa Jawa. Saya lumayan terkejut dengan fakta berikut: tahun 2004, data statistik mengatakan bahwa 90 juta orang Indonesia adalah orang Jawa. Ini berarti bahwa 40 persen orang Indonesia mengerti bahasa Jawa (batas bawah mengerti adalah pembicara pasif). Bahasa Jawa mempunyai tiga tingkatan (Ngoko, Ngoko Alus dan Kromo Inggil). Kategorisasi ini didasarkan pada tingkat umur dan strata sosial pembicara atau yang diajak bicara; tapi biasanya jika ada orang asing yang bertanya mengenai kategorisasi itu saya dengan malas hanya menjawab “Itu maksudnya basic, intermediate dan advanced“. Bahasa Jawa memakai alfabet Jawa dalam penulisan (turunan bahasa Sansekerta – mirip dengan bahasa Thai atau Hindi). Namun, generasi muda (saya misalnya) jarang sekali bisa mengerti tulisan Jawa.
Orang Jawa. Tidak semua pulau Jawa dihuni orang Jawa: orang Jawa awalnya bermukim di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta – Jawa Barat dan Jakarta awalnya dihuni oleh orang Sunda, Badui dan Betawi. Mungkin agak stereotip, tapi model orang Jawa umumnya adalah kalem, penuh tata krama, halus tutur kata, sawo matang, bermata kecil dan tidak terlalu tinggi (ya pendek lah!). Imtip Patajotti [5] dalam bukunya “Journey to Java by Siamese King” mencatat bahwa orang Jawa itu pandai tapi lamban. Tata krama Jawa, seperti ditulis Christine Jordis [3], dibentuk oleh sikap pendiam, senyum, kompromi, harmoni, bisa dipercaya, tidak terlalu munafik, tidak memaksakan pendapat, bercukur supaya rapi (untuk jaga penampilan) dan filsafat yang kompleks di balik sikap tenang.
Agama. Kejawen bisa dibilang agama budaya yang berakar pada animisme, Hinduisme atau Buddhisme. Orang Kejawen berdoa menggunakan bahasa Jawa kuno dan membakar dupa. Orang Kejawen kadang mencampur ritualnya dengan ritual Islam. Ini yang mungkin disebut sinkretisme agama. Sebagian orang Jawa ada yang memeluk Kristen, Katolik, Buddha dan Hindu. Pengaruh Hindu dan Buddha dapat dilihat ketika menonton wayang Jawa, yang berisi epik India, misal: Mahabharata dan Ramayana. Diyakini bahwa cepatnya penyebaran Islam juga menggunakan wayang sebagai alat untuk mentransfer wahyu-wahyu. Kelompok musik gamelan biasanya mengiringi pertunjukan wayang itu. Wali Songo adalah sembilan wali yang menyebarkan Islam lewat asimilasi budaya dan tasawuf.
Mungkin saya mengerti Jawa hanya yang dasar-dasar saja, dan saya mendapatkannya dari referensi berbahasa Inggris. Namun demikian, Jawa adalah budaya dimana saya menemukan sebuah “rumah” untuk kembali, seberapa jauhnya saya merantau.
Teman-teman Jawa-ku, seberapa “Jawa”-kah anda?
—-
[1] Clifford Geertz, Religion of Java, Univ. of Chicago Press, 1976.
[2] Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Gramedia, 1996.
[3] Christine Jordis, Bali, Java, in My Dreams, The Harvill Press, 2001.
[4] John Pamberton, On the Subject of “Java”, 1994.
[5] Imtip Patajotti-Suharto adalah wanita Thailand yang menikah dengan seorang profesor di Institut Teknologi Bandung. Beliau adalah penulis Journey to Java by Siamese King – 2001, sebuah buku harian King Mongkut ketika melakukan kunjungan diplomatik ke Jawa pada awal abad 20. Beliau kini tinggal di Bandung.

15 thoughts on “Apakah Jawa Itu?

  1. suwun … suwun 😀

    sejak saat itu, tiap minggu kirim artikel ke Berita Harian … ketagihan soalnya hehe. Tp gak tau bakal dimuat lagi atau nggak :p

  2. Teman-teman Jawa-ku, seberapa “Jawa”-kah anda?

    malu aku. Memiliki nama asli yang sangat njawi, tapi tidak paham budaya jawa. Bahasa Jawa pun tak mampu. Bahkan ‘ngoko’ pun tidak… hahaha, parah…

    Imtip Patajotti-Suharto

    istri dari Prof DS-nya MS kah?

  3. Gojo – setidaknya sampeyan masih punya nama Jawa hehehee …. Yak betul, dia ini istri Pak DS – Mesin; dan dengar2 anaknya (yg katanya cakep itu) ada di Singapura hehehehe

  4. salam

    saya seorang pelajar yang sedang membuat kertas kerja tentang masyarakat jawa singapura dan konsep eling lan waspada. saya perlu berhubungan dengan persatuan jawa singapura dan sebagainya. bolehkah anda membantu? pertolongan anda amat diperlukan dan dihargai.

    wassalam
    diyana

  5. Diyana,

    Anda bisa menghubungi:
    Persekutuan Jawa Al Masakin
    5001 Beach Road Golden Mile Complex #06-54 Singapore 199558

  6. Mas Arief,

    Wah, ternyata anak Pak DS terkenal sampe ke PN hehe. Dulu aku jadi ‘tukang parkir’ di nikahannya lohhh… *hihihi, bangga gak jelas… btw, sepanjang pengetahuanku, anak-nya dah pulang lagi ke indo.

  7. Saya pernah membaca buku jawa tulisannya campuran, antara latin sebagai pengantarnya dan huruf jawa sebagai referensinya.
    ternyata isinya sangat dalam sekali.
    buku tersebut berjudul:WEDATAMA WINARDI
    Penulisnya : R.Soerjonoredjo.
    dengan penuh perjuangan saya membacanya,… sebagaian besar,… tidak mengerti he..hee
    ada yang sudah membacanya dan Paham? saya minta penjelasannya,…terimakasih.

  8. Kepriye kabare kabeh..

    saya anak Jawa Singapura yang durung Jawa. sedang mempelajari bahasa Jawa secara sendiri menggunakan kamus Jawa-Inggeris. artikel Tuan Arief sungguh berinformasi. kalau Tuan Arief ada kelapangan dan ada account Facebook, sudilah mampir dan menanggotai group Javanese Singaporeans dan Orang Jawa di Singapura.

    Matur nuwun

  9. Saya ingin menghubungi teman lama saya Encik Mistri Watiman. Pernah saya nonton di tv beliau menjadi Presiden Assosiasi Jawa Singapore (maaf kalau tersilap). Saya kenal beliau waktu saya menjadi Bendahara Kelab bola sepak Darul Alfiah.
    Kalau teman2 ada kontak beliau mohon di email ke saya nomber telephone yang boleh saya hubungi.
    Wasalam

Leave a reply to boaz Cancel reply