Ekonomi


Majalah TIME bulan Agustus 08 memuat artikel yang ditulis Bill Gates. Judulnya How To Fix Capitalism, Bagaimana Memperbaiki Kapitalisme. Dia memperkenalkan “creative capitalism”, yang sebenarnya bukan teori ekonomi dan bukan alat memperbaiki kapitalisme. Tapi ia adalah sebuah jawaban dari pertanyaan: bagaimana kita menyebarkan keuntungan dari kapitalisme dan kemajuan kualitas hidup kepada masyarakat yang masih tertinggal. Lewat yayasan Bill & Melinda Gates, misinya sederhana: to help create a world where no one has to live on a dollar a day or die from a disease we know how to prevent. Kapitalisme kreatif juga sudah diterapkan di beberapa perusahaan. GAP: setengah dari profit penjualan tshirt PRODUCT (RED) diberikan kepada wanita dan anak-anak Afrika yang terinfeksi HIV/AIDS. TOMS: perusahaan Santa Monica, Calif., dengan misi sederhana: kita beli sepasang sepatu & mereka akan memberikan sepasang sepatu lagi kepada anak yang kurang mampu. Grameen Bank: memberikan pinjaman usaha kecil kepada rakyat untuk memulai bisnis sendiri.

Sekarang, bagaimana masa depan orang miskin di tengah krisis ini?

Resesi ekonomi sudah terasa bulan Agustus itu, tapi TIME hanya membuat satu halaman saja untuk ini. Bulan Oktober, TIME dan juga Newsweek sudah mulai “mengkampanyekan” hancurnya kapitalisme, resesi global, krisis ekonomi ke-2, lewat sampul yang putus asa, seperti misal: uang yang dibakar, antrian panjang untuk free meal di masa Great Depression, kacaunya pasar modal dll. 

Saya tidak mengerti kenapa tiba-tiba ekonomi jadi ambruk, tidak ngerti cara kerja pasar modal, tidak tahu apa yang terjadi di Amerika. Oleh sebab itu, beli majalah Amerika supaya tahu apa yang terjadi. TIME dan Newsweek membicarakan Amerika saja, atau perspektif Amerika terhadap kejadian global, seperti krisis ini. Tapi beberapa bulan terakhir, dua topik hangat adalah pemilu presiden dan krisis.

Obama, yang akhirnya jadi presiden terpilih, punya pekerjaan rumah yang sulit. Sulit karena tak ada yang tahu apa solusinya, dan solusinya (jika ada) hanya bisa diketahui setelah coba-coba melempar kebijakan ini-itu dalam masa beberapa tahun (atau jangka panjang). Obama, yang sangat pandai berpidato, yang sering menggunakan jargon-jargon dan kalimat panjang yang susah dimengerti orang awam, akhirnya mendengarkan penasihatnya: use laymen terms. Ia lalu memperbarui kampanyenya dengan satu solusi pendek: This is what Americans need: J.O.B.S alias pekerjaan. Banyaknya layoff atau PHK membuat pasar domestik jadi lesu, tak ada pembeli, keuntungan pasar menurun. Beberapa kawan di San Jose sudah kena pecat; bukan karena kerja mereka tidak bagus, tapi karena perusahaan tidak mampu lagi membayar gajinya yang tinggi. Tak ada pilihan lain kecuali harus cari pekerjaan baru. Amerika murung. 

Perang Iraq barangkali kutukan. Dulu, ketika AS menduduki Iraq dan berhasil menggantung Saddam Hussein, Bush puas. Tapi AS segera merasakan dampaknya: banyak orang jobless sehingga mereka kembali ke kampus untuk upgrade atau untuk “melarikan diri” dari status pengangguran. Jumlah imigran ke sana makin dibatasi. Beberapa tahun lalu, pasar Amerika bangkit lagi, tapi kemudian bank makin gila memberikan pinjaman ke orang ramai supaya mereka bisa rumah. Satu rumah masih kurang, belilah dua. Ketika dua rumah dimiliki, orang mencari pinjaman lagi untuk mengisi rumah itu dan membeli mobil. Kredit jadi mudah di Amerika. Jika kita tidak qualified, mereka akan menjembatani kita supaya qualified. Karena hutang menumpuk, orang tak sanggup membayar hutang. Apalagi orangnya di-PHK. Kredit macet. Orang yang seharusnya tidak layak dapat pinjaman akhirnya benar-benar tidak bisa membayar hutang. Ini yang dinamakan sub-prime mortgage. Diperparah lagi dengan kenyataan bahwa negara tidak mau menalangi (bail-out). Alasannya: Bush mau cuci tangan. Dia membiarkan Obama atau McCain yang memutuskan. Obama sepertinya mau menalangi utang-utang rakyatnya. Bijakkah? Entahlah. Tidak ada solusi lain untuk membayar hutang kecuali ya membayar hutang itu sendiri (plus bunganya, jangan lupa).

Ekonomi ini ilmu yang paling buram bagi saya. Dia ini non-predictive setelah kita menuhankan kapitalisme. Sentimen pasar jadi penentu. Investasi adalah top-ten terminology. Invest sana, invest sini. Likuiditas dan kapital (bahasa awamnya: lu punya duit berapa di kantong, dan lu punya barang apa di rumah). Bank menjamur. Putar duit lewat investasi dan bunga. I’m lost.

Kapan mulainya krisis ini? Kapan berakhirnya? Tidak ada yang tahu. Namun krisis seperti sekarang ini pernah terasa tahun 1907 di Amerika. JP Morgan mengumpulkan para bankir ternama di Wall Street dan mengadakan rapat dua minggu. Ujungnya, dia berhasil menghimpun dana 25juta dolar dalam waktu 20 menit untuk menalangi krisis. Kini, diperlukan tiga orang, seperti Buffett (investor terkaya di dunia), Dimon (bankir) dan Paulson (Treasury Secretary) untuk melakukan apa yang dilakukan JP Morgan. Penduduk bumi sudah meledak, jadi jumlah yang ditalangi juga besar.

Apa dampak krisis bagi Asia? Karena kita hanya akan beruntung jika memproduksi barang dan dijual ke negeri yang lebih kaya (+ lebih maju), maka ketika kekuatan pasar di negeri itu menurun, keuntungan juga menurun. Produksi jadi macet (seperti juga yang dialami perusahaan saya). Produksi menurun 30%. Efeknya: pegawai dirumahkan (disuruh cuti). Untungnya tidak dipecat. Padahal, PHK sudah ada di mana-mana. DBS Bank sudah memecat 900 karyawannya. Kenapa? Ya, investor tidak ada lagi, kredit macet, pasar modal ambruk. Karena Singapura ini ditopang oleh bisnis perbankan, service dan manufacturing, maka duit dan produk jadi utama. Singapura tidak punya sumber daya alam untuk dimakan, jadinya ya tetap mesti putar duit buat beli dari negeri tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia dll. Singapura akan mengalami defisit tahun depan. Pendapatan pemerintah dari pajak lebih kecil dari pengeluaran per tahunnya. Infrastruktur bakal mengalami keterlambatan dalam maintenance, dan pembangunan jadi berkurang. Cina dan India barangkali masih kuat. Mereka punya SDA sendiri. Meski banyak juga perusahaan yang memPHK karyawannya, seperti di Shenzen. Tapi setidaknya mereka masih punya sawah untuk digarap. Sedangkan di Singapura? Nggarap laut ta? Hehe …    

Bagaimana supaya keluar dari krisis? Bagi karyawan seperti saya, mudah saja: berhemat (beli barang yang dibutuhkan saja, bukan yg dinginkan; re-use & share facilities (jangan dikit-dikit beli); tidak berhutang; ataupun kalau punya utang, segera dicicil dan disiplin membayar; menabung (sedikit tidak apa-apa, yang penting nabung). Mungkin, ajaran guru atau ortu kita supaya menabung itu bisa menyelamatkan krisis ekonomi. Tapi sepertinya iya. Karena TIME bilang, bahwa pada akhirnya, yang berhasil menalangi utang global ini adalah penduduk yang bisa berhemat, thrift.