Perempuan di Titik Nol


Auto RSS feed from https://ari3f.wordpress.com

Pertama kali ditulis tahun 2000

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika kata “Mesir” disebut? Piramid di Giza? Universitas Al-Azhar? Anwar Sadat? Hassan Hanafi dan Kiri Islam-nya? Seseorang memiliki imaji dan pengalaman yang privat tentang Mesir.

Mesir mengingatkan saya pada nama Firdaus: seorang perempuan dengan hidup yang ganjil. Filosofinya sederhana:

Seorang pelacur yang sukses lebih baik daripada seorang alim yang sesat

Sebelum umur 25, Firdaus telah menjadi pelacur (yang sukses). Tetapi, pernahkah ia menjadi orang alim yang kemudian sesat? Entahlah. Namun, buku Woman at Point Zero (Perempuan di Titik Nol) yang ditulis Nawal el-Saadawi tahun 1979 membuka mata kita mengenai kehidupan opresif dan kontemporer di Mesir. Nama ‘Firdaus’ adalah rekaan belaka dalam buku itu. Continue reading

Pensiunnya Sang Yokozuna: Asashoryu


Auto RSS feed from https://ari3f.wordpress.com

Sumo: more than just fat guys in diapers …

Barangkali olahraga klasik yang terkenal di luar Jepang adalah sumo. Sumo identik dengan kontak fisik dua pemain bertubuh gemuk, yang hanya memakai cawat dan berambut panjang terikat. Sumo juga diwarnai ritual yang khidmat, di mana penonton kontan terdiam melihat pesumo memberi hormat, bertepuk, berkumur dan melempar garam (shiomaki). Kemudian aksi dorong di dalam dohyou (ring) atau menjatuhkan tubuh lawan terjadi. Pesumo (rikishi) yang menang diberi setumpuk amplop oleh wasit.

Sumo lahir 1500 tahun lalu di Jepang dan merupakan bagian dari ritual agama Shinto. Ia merupakan hiburan di samping drama dan tarian yang mengiringi ucapan terima kasih kepada dewa-dewa karena hasil panen yang berlimpah. Pada periode Nara (abad ke-8), sumo diperkenalkan ke keluarga kerajaan. Sumo yang awalnya hanya gulat kasar dibimbing oleh kerajaan agar memuat seni, tradisi, strategi dan sikap khidmat. Sumo yang dilihat hari ini adalah sinkretisme dari dua dunia ini. Continue reading

Econocides


Auto RSS feed from https://ari3f.wordpress.com

Di desa Shinjo yang sepi, anak seorang polisi “meminjam” revolver ayahnya. Ia lalu bunuh diri. Prefektur Okayama, provinsi desa itu berada, gempar. Ia baru 16 tahun, namun ia mengakhiri hidupnya di Kamis yang murung itu  (21 Januari 2010). Sebuah suicide note ditemukan di mejanya yang rapi. Intinya: ia tak ingin hidup lagi.

Kematiannya mengisi daftar bunuh diri bulan Januari 2010 di Jepang. Badan Nasional Kepolisian Jepang (Keisatsu-chou) mengatakan bahwa angka bunuh diri naik 1.6% menjadi 32753 jiwa. Ini berarti bahwa dalam kurun waktu 12 tahun angka bunuh diri Jepang tetap di atas 30000. Dua puluh delapan persen di antaranya adalah perempuan. Angka bunuh diri Jepang dua kali lipat dibanding Amerika Serikat. Ini menyebabkan stereotip ‘negara bunuh – diri’ tambah melekat. Tradisi samurai (hara-kiri) dan pilot kamikaze (nikudan, human bullet) juga makin memperkuat stigma.

Stereotip ini kurang benar karena angka bunuh diri Jepang meningkat 12 tahun belakangan, sejak krisis moneter tahun 1998. Media Jepang bertanggung jawab atas sensasionalisasi berita bunuh diri sehingga Jepang dianggap memiliki suicide culture. Padahal bisa jadi bunuh diri ini disebabkan motif ekonomi. Continue reading

Lomba Makan Kari India di Tokyo


Auto RSS feed from https://ari3f.wordpress.com

Untuk urusan kuliner, Jepang punya kekhasan sendiri. Sushi, tempura, sashimi, takoyaki (bolu isi cumi-cumi), yakitori (semacam sate) dan pelbagai jenis mie, seperti soba, ramen, udon berasal dari Jepang. Tapi, yang lebih menarik, jika kita mencoba makanan negeri lain di Jepang. Makanan India, misalnya. Di Jepang, makanan India cukup terkenal. Orang Jepang memang punya makanan jenis curry (hasil perkawinan antara nasi Jepang dengan curry India), namun rasanya tidak sekaya curry India. Curry Jepang juga tidak terlalu pedas. Jadi, bagi orang Jepang yang gemar makanan lebih pedas, mereka biasanya pergi ke restoran India.

Di prefektur Tokyo, banyak sekali ditemukan restoran India. Makanannya campuran antara India Utara dan Selatan. Mereka menyediakan naan, butter chicken, chicken masala, mutton curry, tandoori chicken, seafood curry, serta minuman lassi dengan bermacam-macam rasa. Continue reading

Menulis


Auto feed RSS from here

Di Bandung yang (dulunya) dingin, tahun 1997, saya mendengarkan radio (mungkin Rase FM). Radio ini mengundang seorang penulis dan menanyakan suatu yang lumrah, namun mendasar: bagaimana caranya menulis? Jawabannya “lucu”: setiap orang pasti bisa menulis; yang dia perlukan adalah diam, tutup mulut, dan mulai menggoreskan pena atau mengetik di komputer. Menulis, singkatnya, adalah aktivitas tutup mulut, tangan menulis. Yang dilupakan adalah bagaimana membuat otak bekerja sehingga bisa “tumpah” semua ide-ide atau keinginan menulis. Yang dilupakan adalah interface antara otak dan kertas/komputer. Tapi acara di radio itu berkesan hingga hari ini. Saya tidak bisa menulis sambil ngomong.

Goenawan Mohamad, seorang penyair dan esais “Catatan Pinggir” – TEMPO, pernah menulis dalam pengantarnya

Seperti halnya membentuk cawan yang tak habis untuk dipakai, menulis pada dasarnya adalah pekerjaan yang resah.

Continue reading