Sufiah Yusof
Bagi orang ramai, Sufiah Yusof di masa mendatang barangkali dibayangkan sebagai pemenang Fields Medal (mirip dengan “Nobel Prize” bidang matematika), gelar profesor dari universitas terkemuka, atau bahkan filosof atau penulis besar seperti halnya alumni St Hilda’s College lainnya. Namun, harapan itu seperti kandas di usianya yang 23 tahun ini. Di sekolah itu, Sufiah dikenal sebagai independent escort.
Metamorfosis dari jenius matematika ke seorang pelacur mungkin adalah ekses pemberontakan batin. Setidaknya inilah yang dialami Sufiah, perempuan blasteran Melayu – Pakistan, yang masuk St Hilda’s College, Universitas Oxford, bidang matematika pada usia 13 tahun. Pemberontakan ini agaknya tidak disebabkan oleh matematika, tetapi oleh isolasi yang ditimbulkan oleh keluarganya [?].
Sufiah (tengah) bersama ayah dan adiknya di Oxford 1997 (gambar atas)
Sufiah berpose untuk website escort (gambar bawah)
Hothousing
Ayahnya Farooq dan ibunya Halimaton menerapkan sebuah metode bernama “hothousing” di mana seorang anak dilatih untuk berkonsentrasi dalam satu pelajaran – biasanya matematika – hingga menguasai pelbagai subjek lebih awal dari kawan sebaya [?]. Dibarengi dengan kecerdasan Sufiah, mereka mendapatkan hasil memuaskan dalam waktu singkat, yaitu diterimanya Sufiah di Oxford. Di sana pun, Sufiah tetap mendapatkan akselerasi dalam penyerapan pelajaran. Orangtuanya secara bergantian menemaninya, sehingga ia pun mengeluh tak mempunyai banyak teman. Implikasi dari isolasi ini sangat serius: seorang anak cenderung mencari kebebasan, meninggalkan apa yang dulu ditekuninya, mencoba hal-hal baru, menguji moralitas umum, mencicipi kebahagiaan yang diraih “manusia biasa”.
Di satu sisi, orangtua Sufiah mempunyai kekhawatiran yang umum dimiliki orangtua lainnya. Orangtua berupaya mengamankan masa depan anak yang serba tak tentu dan yang makin kompetitif dewasa ini. Dengan bekal kejeniusan anaknya ini, orangtua Sufiah cenderung mengarahkannya menjadi apa yang mereka inginkan, bukan apa yang Sufiah inginkan. Namun, hal ini malah menyebabkan seorang anak tak memiliki waktu untuk menerapkan apa yang dia pelajari di kehidupan nyata, karena waktunya habis untuk belajar, menempuh ujian dan mengerjakan pekerjaan rumah. Anak tak memiliki kepercayaan diri karena cenderung diarahkan dalam jangka waktu lama. Ia kemudian biasanya memberontak, dan mencari apa yang hilang di masa kecilnya.
Tentang Matematika
Penulis mengakui bahwa matematika adalah subjek yang paling tidak diminatinya ketika kecil. Hal ini lambat laun berubah karena ternyata matematika memiliki banyak kegunaan. Ekonom, jurutera, fisikawan, akuntan, pilot, dokter semua memerlukan perhitungan matematika meski dalam frekuensi penggunaan yang berbeda-beda. Sebagian profesi memerlukan matematika lebih intensif dibanding profesi lainnya. Namun, intinya: matematika akan selalu bermanfaat di manapun dan kapanpun.
Matematika yang diperkenalkan di sekolah umumnya latihan mengoperasikan persamaan dan bilangan. Hal ini penting, namun yang jauh lebih penting adalah seorang anak perlu dilatih memahami penggunaannya, dan menerapkannya di kehidupan nyata. Di sekolah dasar (primary school), seorang anak perlu dilatih mengkonversikan satuan panjang (misal: dari meter ke centimeter) dengan mengambil penggaris (ruler) dan mengukur panjang sisi meja. Di sekolah menengah pertama (secondary school), seorang anak perlu mengetahui bahwa pertumbuhan tinggi badan seseorang itu bisa didekati dengan fungsi kuadratik. Di sekolah menengah atas (junior college), seorang anak bisa menghitung volume mangkuk dengan integral. Dan, perkenalan terhadap aplikasi matematika ini perlu disampaikan tanpa tekanan. Dengan cara ini, matematika malah menimbulkan afeksi, kecintaan, karena di sana ada kemudahan jika kita memahaminya.
Di bidang aeronautical engineering, matematika digunakan dalam menghitung kekuatan struktur sayap, gaya angkat pesawat, rute pesawat, performance terbang pesawat dan lainnya. Jika anda duduk di jendela dekat sayap pesawat, dan memperhatikan ujung sayap yang terdefleksi ke atas namun tidak patah, maka struktur sayap ini dihitung dengan baik oleh engineer dan mereka menggunakan aplikasi matematika dalam menghitungnya (dikenal dengan operasi matriks dalam metode elemen hingga).
Penutup
Pemahaman mengenai matematika tidak memerlukan akselerasi. Yang diperlukan adalah pengenalan matematika lewat contoh nyata, berlatih belajar mandiri dan rutinitas belajar.
Sufiah sepertinya sudah mendapatkan itu semua; yang tidak ia dapatkan adalah kebebasan dalam mempelajarinya. Seandainya ada keseimbangan antara harapan orangtua dan keinginan anak maka Sufia bisa menjadi selayaknya ia.
Hari ini, setiap orang mengharapkan Sufiah menjadi orang yang baik, kembali ke jalan yang lurus. Namun, Sufiah yang punya paradigma realistik dan logik tentu bertanya: aku harus jadi apa? Bermetamorfosis menjadi “yang baik” barangkali mengidap ketidakpastian. Dan, sulit diformulasikan dalam matematika. Jadi, tak ada solusi.
Ternyata “metamorfosis” itu lebih susah daripada integral lipat tiga.
***
Diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu di Berita Harian Singapura, 24 April 2008, dengan judul “Mencintai Matematik tanpa Keperihan”