Artikel The Secrets of Long Life, Majalah National Geographic edisi November 2005, pernah mengulas rahasia berumur panjang di beberapa belahan dunia. Salah satunya di Okinawa, Jepang. Di sana, 58 dari 100,000 penduduk berusia lebih dari 100 tahun. Mereka dikenal dengan nama ‘centenarian’. Di seluruh Jepang, tercatat ada 40,399 centenarian tahun 2009 lalu. Tidak heran jika ada hari libur nasional bernama “Respect for the Aged Day” atau hari menghormati yang tua setiap 21 September (tanggalnya tidak tetap di lain tahun).
Setiap orang barangkali ingin berumur panjang agar terus berkarya, bermanfaat atau melihat anak-cucu tumbuh dewasa. Namun apakah rahasia berumur panjang?
Panjangnya umur ditentukan oleh:
- Gaya hidup (75%)
- Gen (25%)
Gen adalah hal yang sulit diubah, sedangkan gaya hidup bisa dikendalikan manusia.
Matsushita yang pernah tinggal di Wlingi, Blitar, masih punya daya ingat dan fisik yang baik pada usia 71. Ia yang masih tampak segar pada usia itu mengatakan bahwa rahasianya adalah tidur yang cukup, makan yang baik dan gerak badan. Ia suka berenang dan naik gunung. Gunung Fuji sudah ia daki beberapa kali. Tapi tidak hanya Matsushita saja, manula di Jepang masih aktif mengayuh sepeda, berbelanja sendiri, gotong royong membersihkan lingkungan, menanam bunga dan menjadi sukarelawan. Jiwa mereka nampak positif: sopan dan ramah.
Barangkali kuncinya adalah fisik yang aktif dan jiwa yang tenang.
Bagaimana dengan makanan atau minuman? Lelaki paling tua di Jepang, Tomojo Tanabe yang kini berusia 115 tahun pernah mengatakan bahwa rahasia kesehatan yang baik adalah tidak merokok dan minum (misalnya, bir atau sake – anggur beras Jepang). Untuk menjaga otaknya agar sehat, dia rajin menulis dalam buku harian dan membaca koran. Dalam hal makanan, secara umum orang Jepang juga bertanya sebelum makan: makanan apa yang sehat dan baik untuk dikonsumsi hari ini? Bukan apa yang ingin saya makan. Contohnya, ikan. Ikan sangat digemari karena dapat menghindarkan manusia dari risiko sakit jantung dan pembuluh darah.
Harapan hidup yang panjang juga disebabkan oleh majunya layanan kesehatan dan pendapatan per kapita yang tinggi di suatu negara. Negara-negara maju, seperti Jepang dan Swiss, sangat efisien dalam mengobati penyakit-penyakit karena didukung rumah sakit yang bagus, dengan dokter spesialis dan peralatan medis. Kerjanya pun cepat. Biaya kesehatan umumnya memang mahal. Namun karena pendapatan penduduknya tinggi dan sistem asuransinya baik maka penduduk dapat membayarnya.
Umur panjang bukan tanpa masalah. Tahun lalu saja, penduduk Jepang berusia di atas 65 tahun sudah mencapai 22.7 persen dari 127 juta orang. Komposisinya semakin naik karena tidak diimbangi oleh angka kelahiran yang tinggi. Ini akan menjadi beban ekonomi pemerintah Jepang karena pendapatan negara juga menurun akibat resesi produktivitas.
Uang pensiun Jepang seringkali bocor. Berita yang menggemparkan Jepang baru-baru ini adalah ditemukannya Sogen Kato yang sudah menjadi ‘mumi’ selama 32 tahun. Keluarganya mengatakan Kato ingin mengurung diri dalam kamar. dan mereka tetap mengambil uang pensiunnya. Keluarganya kini masuk pengadilan atas tuduhan mengabaikan orangtua dan penipuan.
Kasus serupa terjadi di wilayah Gifu. Seorang pria umur 99 tahun masih tercantum dalam registrasi keluarga (koseki) dan registrasi penduduk (jumin-hyo) meski dia sudah dinyatakan hilang selama 16 tahun. Masalahnya sama: keluarganya terus mengambil uang pensiun hingga total 7 juta yen (Rp 700 juta).
Dua kasus di atas membuat banyak daerah segera mencari penduduk manulanya. Benar saja, di wilayah Osaka misalnya, kantor kota tidak bisa mendeteksi keberadaan 228 manula. Kobe, 105 dari 847 centenarian tidak diketahui keberadaannya.
Mengapa sulit mencari para orang tua ini? Michiko Naoi, anggota gerontology (penuaan dan aspek-aspeknya), dari Universitas JF Oberlin mengatakan bahwa dari semua manula yang hilang itu, sebagian besar adalah pria. Alasannya, pria cenderung suka berkelana sendirian.
Namun “hilang” belum tentu tiada. Boleh jadi mereka ada dalam rumah tapi tidak mau membuka pintu.
Jepang mengesahkan Hukum Perlindungan Informasi Pribadi pada April 2005. Hukum ini melindungi orang Jepang untuk tidak memberitahukan informasi apapun kepada siapapun. Ini membuat pegawai kota atau polisi sulit memeriksa suatu rumah jika pemiliknya tidak berkenan. Hukum ini agaknya jadi penghalang. Sehingga jika Jepang tidak merevisi hukum ini, sulit bagi Jepang untuk membantu manulanya.