Surat Perpisahan di Kantor


[Manusia] hidup hanya sebentar. Tapi setiap orang harus terus berjalan.

Kalimat ini adalah bagian dari penutup catatan perpisahan bagi kawan-kawan dan kolega di kantor. Padahal, awalnya saya ingin menulis pepatah Jawa yang cukup masyhur, seperti “Urip mung mampir ngombe” atau hidup hanyalah sekedar mampir [untuk] minum. Maknanya barangkali sama, bahwa keabadian itu bukan privilege kita, bukan tujuan kita, bukan ungkapan sehari-hari: ‘keabadian’ lebih cocok masuk ke dalam buku puisi, atau bentuk yang lebih tinggi, seperti kitab.

Bekerja pada dasarnya adalah mencoba, atau berusaha, melakukan sesuatu. Tak ada jaminan bahwa usaha selalu membuahkan hasil. Tapi setidaknya seseorang itu mencoba. Namun, hasil perlu terus dipikirkan karena ia bertindak sebagai motivasi, tujuan dan ukuran. Iya, manusia menggandrungi sesuatu yang terukur. Oleh karenanya, banyak instrumen, banyak parameter diciptakan, untuk memberikan skala. Hal ini berakar pada kemampuan manusia yang terbatas: ia adalah alat ukur yang buruk. Tangan kita tidak mampu mengukur berapa temperatur setrika panas. Lidah kita tidak mampu mengukur persentase NaCl di dalam garam yang kita makan. Otak kita tidak mampu mengukur seberapa cerdas lawan bicara kita. Kita hanya merasa, membatin, mengekspresikan apa yang sudah kita ketahui, bukan apa yang kita ingin ketahui.

Dalam proses bekerja, setiap orang memiliki semangat yang berbeda. Atau lebih tepatnya, perspektif yang berbeda terhadap suatu pekerjaan. Ia kemudian menilai, tentu dengan gajinya, dan sedikit menerapkan prinsip ekonomi: usaha jangan sampai lebih daripada pendapatan. Perspektif ini dibentuk oleh lingkungan kerja (kawan, atasan), jenis pekerjaan, citra pekerjaan (apa yang orang lihat tentang pekerjaan itu), nama perusahaan dan bentuk fisisnya. Ini perspektif salaryman, atau karyawan. Jika seseorang mempunya usaha sendiri, barangkali, semangat yang ia memiliki berfluktuasi lebih cepat, lebih dinamis; naik turun bahkan kacau. Biasanya semangat ini kembali konvergen jika solusi baru telah ditemukan dan nampak ada cahaya [keberhasilan] di sana. Jika solusi tidak ada baik usahawan atau salaryman akan berperilaku divergen, melebar, tidak tahu apa yang penting, out of cast dan berhenti di tengah jalan.

Ini barangkali lumrah: setiap anak sekolah ingin sekali cepat bekerja. Demi apa? Tujuannya? Jawabannya juga trivial, sepele: ingin tahu. Tapi ternyata hal ini tidak sesepele yang dikira, karena setiap orang haus akan petualangan, sesuatu yang baru, bentuk dan atmosfer yang tak konservatif. Ketika ia telah bekerja, setelah beberapa tahun, ia ingin kembali ke sekolah. Namun, ini dibentuk oleh paradigma yang sedikit lain: ingin meningkatkan pengetahuan, atau sekedar ingin mengenang masa-masa sekolah. Yang pertama, ini bentuk yang lebih nyata dari sekedar “berpetualang”: meningkatkan pengetahuan, atau belajar lagi, adalah kompensasi dari kebuntuan dalam mencari jawab. “Belajar lagi” di sekolah berarti bahwa ada banyak hal yang ternyata tidak bisa didapat dari kantor atau tempat usaha. Ia didapat dari buku-buku orang lain yang juga mencari (bukan yang diberi), guru-guru yang menghabiskan belasan tahun mengajar dan mendapat feedback tentang pengetahuan. Yang kedua, “sekedar mengenang” biasanya tidak berakhir nyata. Ia hanya sisi romantik manusia, yang susah lepas dari masa lalunya. Ini tipe “sejarawan” yang sering dijumpai di kehidupan nyata.

Hidup hanya sebentar. Di dalamnya, meskipun demikian, banyak sekali manusia yang berkesan. Dia bisa berasal dari ibukota negara yang macet dan berpolusi, atau dari Silicon Valley bagian selatan yang sepi. Pertemuan dengan manusia-manusia ini yang sering memberikan banyak pelajaran dan kita membawanya hingga akhir hayat kita.

Hampir dua tahun lalu, saya menulis tentang pekerjaan: Dari Pesawat ke HDD: Nyambungnya Di Mana? Artikel ini berkesimpulan bahwa HDD dan pesawat, menurut pengalaman pribadi, dihubungkan oleh penggunaan finite element method. Selain itu, dua “mainan” ini dihubungkan oleh pentingnya akurasi.

Hari terakhir di kantor (sebuah perusahaan pembuat HDD), yaitu 18 September 2009, saya menulis cerita pendek tentang interview saya. Di sana, barangkali pesan yang ingin disampaikan adalah, bahwa ketidaktahuan (yang kemudian diekspresikan secara naif dan kelakar) belum tentu menghasilkan sesuatu yang negatif. Tidak tahu, seperti yang diajarkan guru saya, adalah berkah bahwa kita perlu tahu apa yang harus dipelajari, berapa lama waktu yang diberikan untuk belajar. Hidup pada dasarnya mencari jawab atas ketidaktahuan kita. Jadi jangan takut.

***

Original Version

Dear Friends and Colleagues,

It was all started when MR, then PE Manager, came to my former institute to interview some of ready-to-spin-off researchers. He was interviewing, not really sure, 10 to 15 folks in DSI maybe.

I dressed up like I was going to a wedding.

When it came to my turn, I was still sitting in my cubicle to run some program. When I was about to stand, one guy was walking fast towards my cubicle. He said: “Heeey, you must be [the author]. Glad to meet you!”

Shocked!

Wait a second … a non-employee walking around the lab without a guard? No, just joking. He’s with my colleague, so it’s fine.

“I am MR, from company so-and-so.” And he grabbed me to a conference room for an interview.

Wait a second again. I was supposed to get nervous. But I didn’t. It was so fast, and I could not think of anything. Not even HDD! What I thought was … God, please make it fast … (I hate interviews)

MR explained about what PE is doing, what is the product, what we should do, what we have to learn. Then he asked: what do you think?

My reply was short: “Frankly, I don’t understand what you are talking about!”

MR was laughing. And I explained that my work on HDD is in the niche of HDD shock problem with numerical approach. Nothing to do with how to make drives, how to solve error codes whatsoever. That company works on totally different realms. But it was interesting and challenging. Really.

Interesting because, like an airplane, HDD is highly-integrated, highly-complicated, but it’s possible to make. Challenging because, you would crash your head (I mean, head in the “head-and-media” things) if you miscalculate in nanometer scale.

“Please have some cakes … ” MR offered delicious food, and I definitely have one (just to get some grip! – lucky it was not fasting month).

Good and useful cake, and we had a 30-min chat, about how to solve things from a scratch.

I came on board on 8 October 2007. PE was formed with nine engineers after 6 months.

Today is my last day in this company. 18 September 2009.

Life is short. But everyone has to move on.
Special thanks to MR who pulled me in into this company.
Thanks to my new boss who carries on excellent leadership.
Thanks to my close friends in PE.

I am deeply indebted to all my friends in this company, who share their useful knowledge, techniques and thought. I wish you all the best for your future endeavour.

Sincerely,

Me

***

Surat Perpisahan di Kantor

Semua berawal ketika MR [nama bekas bos saya yang pertama] datang ke sebuah lembaga riset untuk merekrut beberapa peneliti yang siap meninggalkan lab-nya. Lembaga ini mengkhususkan diri dalam penelitian penyimpanan data. MR mewawancarai sekitar 10-15 peneliti.

Saya memakai baju yang sangat rapi, seperti mau ke kondangan.

Ketika waktunya wawancara, saya masih ada di meja kerja untuk menjalankan program komputer. Waktu hendak berdiri, seseorang berjalan cepat menuju ke meja saya: “Hei, kamu pasti [penulis]. Senang berjumpa denganmu!”

Kaget! Tunggu dulu … kok ada tamu yang berkeliaran tanpa dikawal orang kantor?? Eh gak juga, ternyata ada kawan yang memandu dia. Cuma jalannya agak lambat, jadi ketinggalan.

“Saya MR dari perusahan Jepang,” begitu sapanya. Ia lalu mengajak saya ke ruang konferensi untuk wawancara.

Eh tapi tunggu dulu. Saya seharusnya deg-degan gak karuan. Tapi semuanya cepat sekali, saya tidak sempat berpikir apapun juga. Bahkan saya tidak ingat lagi kinerja hard disk drive! Yang saya pikirkan saat itu: ya tuhan, mohon wawancaranya dipercepat (saya benci wawancara!).

MR berniat mentransfer expertise dari Amerika ke Singapura. Jadi ia memerlukan beberapa engineer. Engineer ini akan tergabung dalam satu grup bernama Product Engineering. MR lalu menjelaskan secara singkat apa itu PE, apa yang dikerjakannya, apa yang perlu kita pelajari. Setelah menjelaskan, ia lalu bertanya: bagaimana menurutmu?

Jawaban saya singkat: “Jujur saja, saya sama sekali nggak ngerti kamu ngomong apa!” MR ketawa ngakak. Tapi benar-benar saya tidak nyambung dengan yang ia sampaikan. Sama sekali baru, dan diberikan dengan cepat. Saya lalu menjelaskan bahwa pekerjaan saya di lembaga itu cukup sempit lingkupnya, tidak mencapai ke proses manufaktur dan memecahkan error codes dalam hard disk. Jadi lembaga ini dan perusahaan itu bekerja di alam yang berbeda. Tapi karena perbedaan itu, perusahaan ini jadi sangat menarik. Ia adalah terra incognita, sebuah tanah yang tak dikenal, yang perlu dijelajahi. Bidang pekerjaan PE sangat menarik dan menantang. Percayalah.

Ia menarik karena, seperti halnya pesawat terbang, hard disk drive itu highly-integrated, highly-complicated tapi sangat mungkin untuk dibuat. Ia menantang karena kamu akan menghancurkan head (pembaca data) dalam hard disk jika hitungan kita meleset sekian nanometer.

MR lalu menyuguhkan kue, “Silakan dimakan kuenya”. Saya lalu mengambil satu (lapar sih) supaya tidak gugup, biar ada ‘pegangan’ – gocekan gitu. Dan untungnya itu bukan bulan puasa!

Rotinya cukup bermanfaat [untuk membuat rileks] dan kami ngobrol ngalor ngidul setengah jam, tentang bagaimana memecahkan problem di HDD dari nol.

Pada 8 Oktober 2007 saya kemudian masuk kerja pertama kali di perusahaan ini. PE dibentuk dengan sembilan engineer dalam waktu enam bulan.

***

Satu bulan lebih sebelum saya mengundurkan diri, MR mengakhiri masa penugasannya di Singapura selama dua tahun. Ia harus kembali ke Amerika. Belum lama MR keluar, satu kawan juga pindah ke Amerika. Lalu saya. Banyak orang tentu berspekulasi bahwa pengunduran diri saya karena MR, yang barangkali manajer favorit di sana, ‘pulang kampung’. Jadi saya mengalami demoralisasi. Padahal tidak. Bos yang sekarang juga baik sekali. Bahkan lebih rileks lagi. Alasan utama adalah bosan! Ha ha … akhirnya ngaku. Ya bayangkan saja empat tahun berkutat dengan hard disk. Dosa saya belum terbayar karena “murtad” dari dunia penerbangan. Jadi saya perlu kembali ke dunia penerbangan untuk menebus empat tahun kemurtadan ha ha ha …. untungnya ada yang berbaik hati menampung saya. Jadi saya berkelana dulu ke tempat lain.

Hidup petualangan!