Orang Jepang di Brazil


Di Singapura, papan informasi biasanya dalam aneka bahasa. Bahasa yang digunakan adalah Inggris, Cina, Melayu dan Tamil di samping beberapa bahasa asing seperti Prancis di Bandara Changi. Di Jepang, ada juga papan informasi seperti itu. Namun, bahasanya adalah Jepang, Inggris, Cina, Korea dan Portugis.

Sebenarnya Jepang baru saja menambahkan bahasa Portugis ke papan informasi. Mungkin karena pendatang dari Brazil banyak akhir-akhir ini. Ditinjau 2.1 juta pendatang di Jepang, 250.000 berasal dari Brazil. Namun, jangan heran jika wajah Hispanik jarang ditemukan di sini. Ini karena orang Brazil yang ada di Jepang adalah generasi kedua atau ketiga Jepang yang lahir di Brazil.

Sejarah dimulai seabad lampau.

Pada 18 Juni 1908, 781 warga Jepang hijrah ke Brazil (Opening the Door, Betsy Brody, 2002). Hingga 1924, ada 31,414 orang Jepang di Brazil. Puncaknya terjadi antara 1924 dengan 1942 di mana 157,572 orang Jepang tinggal di Brazil.

Mengapa mereka hijrah ke Brazil?

Pada waktu itu Jepang memulai industrialisasi, dan penduduknya kian meningkat. Sayangnya, angka penduduk terlalu cepat naik sedangkan pekerjaan masih terbatas. Mereka yang tanpa pekerjaan terpaksa hijrah ke negara lain. Pemerintah Brazil kebetulan memberikan dukungan dana agar orang Jepang datang ke Brazil. Tujuannya untuk pembangunan infrastruktur dan pertanian. Sayangnya mereka digaji rendah.

Iklan untuk menarik warga Jepang supaya pindah ke Brazil “Ayo pergi ke Amerika Selatan bersama keluarga!”

Pada waktu itu, Amerika Serikat membatasi pendatang asal Jepang karena Perang Dunia II. Pemerintah Jepang juga mendukung emigrasi ini dengan membebaskan biaya pelayaran ke Brazil. Pemerintah Jepang juga memberikan nasihat agar mereka tidak mendirikan kuil Shinto atau Budha. Mereka diminta masuk Katolik agar sama dengan warga Brazil. Mereka juga diminta mengenakan pakaian Barat. Ini untuk memudahkan integrasi dengan warga setempat.

Beberapa dekade berlalu dan pada 1969 warga Jepang di Brazil sebanyak seperempat juta jiwa! Karir mereka pun semakin beragam. Sebanyak 80 persen memang masih petani, namun generasi ketiga sudah ada pekerjaan di bidang bisnis, kerajinan tangan, layanan dan transportasi.

Kini, Jepang termasuk warga pendatang yang dihormati di Brazil. Sepuluh persen mahasiswa universitas di Brazil adalah keturunan Jepang. Banyak dari keturunan Jepang yang menjadi artis, politisi dan olahragawan. Namun, kemampuan berbahasa Jepang mereka menurun dari generasi ke generasi. Hanya 36.5 persen dari generasi kedua dan ketiga yang bisa berbahasa Jepang. Mereka lebih nyaman berbahasa Portugis daripada berbahasa Jepang.

Menurut seorang kawan Jepang asal Brazil, ia pernah fasih berbahasa Jepang ketika kecil. Beranjak dewasa, orang tuanya tidak lagi mengajari bahasa Jepang lagi karena ia bersekolah di sekolah lokal yang berbahasa Portugis. Wajahnya Jepang tetapi tidak berbahasa Jepang. Kawan ini, jika memutuskan kembali ke Jepang, akan mengalami masa sulit. Ia dianggap orang asing di Jepang. Orang Jepang punya julukan untuknya: Nikkeijin. Pada 1990 banyak dari generasi kedua dan ketiga Jepang asal Brazil kembali ke Jepang demi menikmati kehidupan lebih baik. Sayangnya, integrasi di Jepang memang sulit. Orang Jepang mungkin bukan jenis masyarakat yang inklusif.