Pelanggan adalah Tuhan


Pelayan supermarket, toko atau warung kecil makanan di Jepang (atau setidaknya di Hino City, Tokyo) pasti menyapa pelanggan dengan kalimat: “Irasshaimase!” alias apa yang bisa saya bantu atau selamat datang. Mereka mengatakan ini sambil menunduk, atau kadang juga sedikit membungkuk rapi. Kebanyakan suaranya bersemangat, jarang sekali yang dingin. Bahkan ada yang sampai agak melengking (disuarakan oleh pelayan cewek) dan di”teriakkan” dari kejauhan. Ini yang barangkali disebut “harmoni toko”.

Continue reading

Iklan


Ceritanya hari itu saya menjadi sutradara iklan. Ini cuplikannya.

Seorang lelaki sedang jalan-jalan bersama keluarganya – istri, dua anak dan mertuanya –  ke pegunungan. Namun wajahnya lesu, tak bergairah. Padahal udara yang segar dan pemandangan yang indah seharusnya menceriakan hatinya. Tapi lelaki itu tetap loyo.

Lalu seseorang menghampirinya, dan menyodorkan minuman botolan. Ketika ditenggaknya … glug glug glug … wajahnya berubah total: matanya berbinar lebar (hampir mau loncat malahan), wajahnya cerah, badannya segar dan bernafsu sekali. Apa yang terjadi? Lelaki ini melihat perempuan cantik dan seksi di kejauhan. Perempuan ini melambai padanya, lalu mengailkan jarinya, mengajak lelaki ini supaya mendekat. Lelaki ini meneteskan air liurnya. Banjir. 

Istri, anak-anak, bahkan mertuanya terheran-heran.

Istri gupuh, cepat-cepat bertanya, “Mas, lha opo’o sampeyan mau kok loyo, lesu ora semangat; lha kok moro-moro dhadhi cek semuaaangaate, nafsu pol rasa-rasane … ??” (Mas, lho kenapa kamu tadi loyo, lesu tidak bersemangat; lah kok tiba-tiba jadi semangat banget, nafsu banget rasa-rasanya … ??) 

Suami dengan wajah berbinarnya menjawab, “Wah sepurone dik … sampeyan gak ndelok cewek iku tha, ning kadohan? Cewek iku ayu pol! De’e ngajak aku mrono … !! Gak iso mbayangno aku lek aku iso indehoi karo cewek iku … !” (Wah maaf dik … kamu gak lihat cewek itu ya, di kejauhan? Cewek itu cantik banget! Dia ngajak aku ke sana … !! Gak bisa mbayangin aku kalo bisa indehoi sama cewek itu …!) 

Istrinya bingung: “Hah? Cewek? Gak salah ta sampeyan … Wong sing nang kadohan iku sapi kok … ” (Hah? Cewek? Gak salah ya kamu … wong yang di kejauhan itu sapi kok … )

Cut!

***

Ya demikianlah mimpi saya tadi malam: mimpi menjadi sutradara! Tuti gak berhenti-berhenti ngakak waktu diceritain ulang.  

Kirei, Pachinko, Komik, Tidur


Kirei. Di Jepang, kata cantik itu artinya “bersih” (atau sebaliknya ya?). Kirei. Tapi kenapa lab saya berantakan sekali ya? Yang mejanya bersih hanya tiga orang, termasuk saya (karena belum ada isinya kali ya). Pengen sekali membersihkan lab, merapikan. Tapi capek sekali kalau membersihkan sendiri. Mau kerja bakti, wah orangnya mungkin harus disuruh profesor. Sedangkan profesor kantornya juga berantakan dan jarang ngunjungin lab. Payah deh, hidup dengan lab yang berantakan.

Teman yang sudah beberapa tahun hidup di Jepang bilang: orang Jepang itu kebalikan orang Indonesia. Dirinya gak apa-apa kotor (seringnya sih belum mandi), tapi lingkungan bersih. Tapi kalau orang Indonesia, dirinya bersih, tapi lingkungan jorok. Bener gak ya? Inikah penyebab lab-ku, yang mereka anggap rumah sendiri, berantakan?

Pachinko. Saya belum pernah main pachinko sih. Tapi kayaknya seru. Pachinko ini mirip judi, pakai bola gotri yang dijual 3 yen per gotri. Lalu melempar dan main. Kalau baru pertama main, biasanya dikasih menang. Terus dia bakal kembali ke sana lagi buat main. Lanjutannya sih seringnya kalah. Tapi orang tetap penasaran, main terus. Tua, muda semua main Pachinko. Tempat Pachinko ramai sekali dari Jumat malam – minggu.

 

Komik. Di lab, rata-rata semua suka baca komik. Kenapa ya? Ya mungkin mereka suka berimajinasi, atau suka membaca imajinasi orang lain. Intinya mereka suka baca cerita bergambar. Jadi di lab, tumpukan komik banyak sekali. Sempat baca beberapa halaman, tapi tulisannya campuran gana dan kanji. Jadi ya cuma paham gambar-gambarnya saja.

Tidur. Setiap lab pasti punya pojok buat tiduran. Ada tempat tidur, ada selimut. Waktu ada ide untuk menyingkirkan kamar tidur, ide ini langsung ditolak. Kasihan mahasiswa yang rumahnya jauh, kadang mereka capek begitu sampai kampus. Jadi ingin tidur dulu, baru kerja lagi.

Universitas Metropolitan Tokyo (TMU)


Tokyo Metropolitan University dulunya bernama Tokyo Metropolitan Institute of Technology. Nama TMIT diganti tahun 2005 setelah digabung dengan 3 sekolah lain. Alhasil simbolnya empat kotak, dua berwarna hitam, dua berwarna hijau muda.

TMU memiliki enam sekolah pascasarjana (graduate school) dan empat fakultas (link). Fakultas: Urban Liberal Arts, Urban Environmental Sciences, System Design dan Health Sciences. Sekolah Pascasarjana: Humanities, Social Sciences, Science and Engineering, Urban Environmental Sciences, System Design dan Human Health Sciences.  

Kampus TMU terletak di enam wilayah: Minami-Osawa, Hino, Harumi, Arakawa, Shinjuku (kampus satelit) dan Iidabashi. Ini foto di kampus Hino. Ada penyangga merah, seperti kipas menopang atap.

IMG_1392