Gara-gara tahu kalau Barack Obama mengunjungi Great Buddha (Daibutsu) di Kamakura, jadinya ke sana juga. Sebenarnya mana ya yang lebih terkenal: Obama atau Daibutsu?
Obama: Setelah mencalonkan diri sebagai Presiden AS tanggal 10 Februari 2007, dan bersaing ketat dengan Hillary Clinton, Obama akhirnya terpilih sebagai presiden ke-44 pada 20 Januari 2009. Barangkali yang membuatnya terkenal adalah ras campuran Afrika-Amerikanya, dan pidatonya yang memikat. PR-nya banyak: pengangguran di AS, campur tangan AS di Timur Tengah, dll.
Daibutsu: Patung yang terbuat dari perunggu ini dibangun tahun 1252 untuk mengganti patung Buddha yang terbuat dari kayu. Ratu Inadano-Tsubone dan biarawan Joukou dari Toutoumi mengumpulkan uang dan menggunakannya untuk mengabadikan sosok Amidha Buddha. Patung Buddha setinggi 13.35 meter yang berada sekitar 40 km selatan Tokyo ini berada di dalam kompleks kuil Kotokuin. Daibutsu Kamakura bukanlah yang tertinggi di Jepang (Daibutsu yang tertinggi ada di Ushiku, Prefektur Ibaraki, yaitu setinggi 120 meter).
Mengapa Obama ke mengunjungi Daibutsu Kamakura?
Jawabannya: nostalgia. Dalam buku Dreams from My Father (2004) Obama bercerita bahwa ia mengunjungi Daibutsu Kamakura tahun 1967. Ketika itu ia berumur 6 tahun. Dalam perjalanan menuju Indonesia dari Hawaii, ia bersama ibunya transit selama tiga hari di Tokyo. Tak banyak yang diingatnya kecuali bahwa ia sangat menikmati es krim maccha (teh hijau) yang banyak dijual di sana.
Oleh karena itu, pada akhir sidang Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang diadakan di Yokohama, Obama segera naik helikopter ke Kamakura (14 November 2010). Kunjungan kedua Obama ke Kamakura ini diliput secara besar-besaran di Jepang. Sampai-sampai orang menyebut patung itu: Buddha – Obama.
Di Jepang, Kamakura termasuk tempat wisata yang paling diminati. Selain tempatnya yang dekat Tokyo, banyak tempat bersejarah lain yang bisa dikunjungi seperti kuil Tsurugaoka Hachiman-Gyu. Wisatawan juga dapat melakukan selancar angin di pantai Kamakura.
Ketika melihat ‘Buddha-Obama’ itu, ternyata ada yang lebih menarik di sana. Di halaman belakang kuil ini, ada sebuah patung politisi Sri Lanka, JR Jayawardene (1906 – 1996). Jayawardene tidak lain adalah mendiang presiden Sri Lanka.
Mengapa ada patung Jayawardene di sana?
Patung kepala Jayawardene ini didirikan sebagai penghormatan bangsa Jepang kepada Jayawardene karena atas usulan nyleneh-nya Jepang akhirnya diterima kembali masuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tanggal 8 September 1951 itu barangkali bersejarah bagi Jepang. Di konferensi ‘Perjanjian Keamanan dengan Jepang’ (umum disebut Perjanjian San Francisco) di War Memorial Opera House, San Francisco, Jayawardene mengatakan bahwa negara-negara dunia harus memaafkan Jepang dan mengajak Jepang untuk bergabung kembali dengan Kelompok Internasional yang ditinggalkannya pada 27 Maret 1933. Di hadapan delegasi 51 negara itu Jayawardene berkata:
Kami di Ceylon (Sri Lanka) merasa beruntung karena kami tidak dijajah (Jepang), namun kerusakan karena serangan udara oleh tentara Jepang yang ada di bawah komando Asia Tenggara, dan diputusnya ekspor hasil bumi utama kami, yaitu karet, ke negara-negara Sekutu, membuat kami berhak menuntut Jepang untuk memperbaiki kerusakan itu. Namun, kami tidak berniat melakukannya karena kami percaya kepada kata-kata Guru Agung yang pesannya memuliakan jutaan manusia di Asia, bahwa “kebencian jadi hilang bukan karena dibalas dengan kebencian, tapi dengan cinta”.
Meskipun mengutip Buddha, pernyataan Jayawardene tetap menimbulkan kontroversi karena enam tahun sebelumnya Jepang menghancurkan Pearl Harbor di Hawaii, AS. Lagipula, luka-luka masih tersisa karena penjajahan Jepang di Korea, Cina, Filipina, Myanmar, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan negara-negara lainnya.
Tidak berapa lama, 48 negara menandatangani perjanjian itu, kecuali Chekoslovakia, Polandia, Uni Soviet, Korea Selatan dan Korea Utara. Jepang akhirnya bergabung kembali dengan PBB tanggal 18 Desember 1958.
Di bawah patung Jayawardene itu terdapat ukiran:
Hatred ceases not by hatred, but by love.