Hari ini saya mampir ke toko buku saat lunch break. Saya mengambil buku di rak yang sedikit dikunjungi orang. Buku-buku di sana dicetak oleh penerbit tertentu; tidak disusun berdasarkan topik. Tapi saya iseng melihat-lihat judulnya. Saya lalu menemukan buku berjudul menarik: You Failed Your Math Test, Comrade Einstein. Judul bukunya seperti olok-olok belaka. Padahal mungkin teori Einstein tak dibahas di situ. Saya hanya sempat membaca pengantarnya saja. Isinya kira-kira adalah pemecahan problem-problem matematika yang dikerjakan di Rusia, plus solusi untuk problem olimpiade matematika. Di sana ada jargon “Mathematics Movement” dengan huruf kapital M.
Saya ceritakan sedikit di sini mengenai fenomena itu. Mathematics Movement adalah sebuah “gerakan” di USSR (Rusia) pada tahun 1930an di mana matematika merupakan kegemaran khalayak dan disebarluaskan dengan cara yang populer. Setiap ada buku baru mengenai matematika yang ditulis oleh profesor tertentu, bukunya langsung ludes. Setiap orang (umumnya anak-anak usia 13-an) senang sekali membacanya karena banyak mathematical challenges di dalamnya. Mathematical challenges ini diformulasikan dari rumus-rumus dasar, dimanipulasi lalu menjadi problem yang unik. Di sana setiap anak ditantang untuk membuat solusi yang tidak standard; boleh lebih cepat tapi diturunkan dari antah-berantah alias empirik (sapa bilang E = mc2 dan ∑F = ma itu hasil penurunan?), boleh lebih lambat tapi sederhana dan runut (seperti metode numerik). Saya belum sampai ke halaman tengah dan belakang, jadi tidak bisa menceritakan contohnya di sini.
Yang menarik lagi, bahwa Rusia ketika itu membangun sebuah sekolah khusus matematika untuk anak-anak yang berbakat. Untuk masuk sekolah ini, seorang anak akan diuji kemampuan matematikanya oleh panel guru. Siapa bilang guru-gurunya dibayar mahal? Tidak sama sekali. Gurunya, seperti halnya guru-guru di negeri yang miskin, digaji rendah. Tapi mereka semua antusias karena mengerjakan hal yang disenangi. Untuk mengatasi kejemuan, guru dan murid kadang melakukan piknik bersama atau mendaki gunung. Fenomena Mathematics Movement ini biasanya hanya terjadi di kota besar seperti Moskwa dan St Petersburg. Di kota kecil mungkin ada juga fenomena ini, tapi tidak segemerlap di kota besar.
***
Indonesia tak kurang-kurangnya ahli matematika; tapi mengapa kita masih tertinggal dalam hal sains dan teknologi? Dari pengalaman belajar matematika (hanya untuk ujian saja sih), saya melihat bahwa matematika di Indonesia (di sekolah saya khususnya) tidak diajarkan dengan menarik. Umumnya kita hanya tahu rumus dan operasi, tapi bukan aplikasi dan kisah yang menarik. Ini seperti membangun rumah tanpa tahu untuk apa rumah itu nantinya. Jadi, matematika diajarkan dalam level mimpi; meski agak ilmiah.
Eh sebentar… Apa matematika itu perlu? Mengapa matematika itu perlu? Apa fungsi dari matematika? Saya bisa menjawab bahwa matematika itu tidak perlu dan tidak berfungsi jika kita ingin menjadi konsumen paling mulia di dunia. Membeli mobil luar negeri dengan harga mahal adalah pendongkrak gengsi paling mutakhir, gaji profesor lebih rendah dibandingkan hasil makelaran. Setiap produk yang kita nikmati (hasil impor) adalah hasil perhitungan (terlepas bahwa hitungannya rumit dan tak akurat). Rusia dulu bisa meluncurkan Sputnik hanya dengan pemrograman sederhana memakai komputer 386 tahun jebot. Ini perlu kemampuan matematika yang canggih. Jepang bisa recover pasca PD II karena mereka segera mempelajari ilmu-ilmu dasar untuk membuat sesuatu.