Barangkali lebih dari 3/4 penduduk Singapura naik bus untuk pergi ke tempat kerja. Saya termasuk di antaranya. Yang menarik dari naik bus adalah (0) bayarnya murah, (1) kita bisa memejamkan mata sepanjang jalan, (2) kita bisa baca buku, (3) kita bisa melihat macam rupa orang. Yang kurang menyenangkan tak kalah banyak: (0) tidak dapat kursi – terutama bagi ibu hamil, anak-anak, dan manula; (1) didesak orang lain; (2) kena macet; (3) ada orang ngobrol lewat telpon dan bicaranya keras; (4) ada musik cadas tanpa earphone.
Saya biasanya naik bus 960 dari Senja Way ke Newton. Sebelum masuk ke highway, ada tujuh perhentian bus yang dilewati. Bus stop ke-2 hingga 7 biasanya padat peminat; terutama antara 7.30 sampai 8.30 pagi. Seperti yang pernah disebutkan di artikel lama, meski pagi hari, orang yang baru mandi wajahnya muram. Aneh ya. Tapi ya namanya kerja, dimana-mana ia bukanlah “kekasih” yang dinanti (kecuali saat gajian tiba).
Bus 960 (Woodlands – Marina Center). Foto oleh Christopher Tan.
Ada hal-hal lain yang unik ketika naik 960 …
- Wanita hamil, anak-anak dan manula biasanya jarang diberi tempat duduk. Kalaupun ada yang memberi, ia bisa jadi adalah wanita juga yang umurnya 30 tahun ke atas. Lelaki di Singapura melihat perempuan mungkin warga kelas dua. Jadi mereka juga cuek kalau lihat perempuan berdiri. Ini ciri-ciri masyarakat urban. Anak sekolah juga tidak pernah memberi tempat duduk kepada mereka. Di sekolah mereka sepertinya tidak diajarkan untuk tenggang rasa. Mereka hanya diajari sains, matematika dan bahasa; tapi tidak budi pekerti. Mereka cuek sekali: supaya dikira tidak aware, mereka pejamkan mata, menunduk sambil baca buku, memasang iPhone, ngobrol dengan temannya. Padahal, sudah ada gambar atau peringatan supaya orang lebih tenggang rasa. Tetap saja, kalau buta huruf ya buta huruf lah … Itulah masa depan Singapura. Tidak pedulian.
- Barangkali 30% pasang telinga di bus dipasangi earphone. Musik adalah pewarna kehidupan, dan iPod atau iPhone adalah barang pasaran (seperti harapan Steve Jobs – ia sepertinya sukses menyihir Singapura untuk membeli barang itu). Hal ini berlaku untuk semua usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua.
- Membaca di bus? Barangkali hanya satu atau dua orang yang membaca. Alasannya mungkin ngantuk, pusing jika membaca dalam bus. Buku sudah tergantikan mp3.
- Hampir 60% yang naik bus itu berkacamata. Yah, barangkali terlalu banyak main komputer, nonton TV atau main game (dan karena keturunan).
- Strangers don’t talk to strangers. Di Indonesia, basa basi itu biasa. Jadi, kadang yang sebelumnya tidak kenal, jadi kenal dan akrab di bus yang mereka tumpangi. Malah, di KRL, ada yang sudah bikin grup arisan! Di Singapura? Kalau tidak kenal ya tidak akan memulai pembicaraan.
- Orang bicara dengan orang lain di bus karena tiga hal: mereka sudah kenal sebelumnya, mau nanya tempat, ada barang jatuh.
- Penumpang boleh bicara dengan sopir. Nah, kalau di SIngapura, kita bisa nyetop bus dan nanya naik bus apa kalau mau ke mana. Sopir biasanya jelasin arahnya. Yang sebel ya penumpangnya lah …
- Untuk menuju ke suatu tempat, semua orang cuma punya satu atau dua jalur. Ketika pajak mobil diturunkan, orang ramai-ramai ganti mobil. Lalu jalan yang panjang dan lebarnya relatif tetap, jadi sesak. Mobil yang isinya satu orang merangsek di mana-mana. Akhirnya pemerintah memasang gerbang untuk bayar tol (namanya ERP – electronic road pricing) di mana-mana. Sekali jalan orang bisa habis 10 dollar buat bayar ERP. Tapi tetap saja banyak yang nyetir. Alhasil, karena banyak orang kaya baru dan baru belajar nyetir, banyak juga tubrukan beruntun. Mobil tidak dipinggirkan, tapi dibiarkan sampai polisi datang atau memotret tempat kejadian (supaya bisa klaim uang asuransi). Jadinya macet total. Siapa bilang di Singapura tidak ada macet? Hari ini sudah biasa. 2 tahun lagi Jakarta atau Bandung bisa kalah. Solusi: konsep 3-in-1 barangkali diberlakukan di sini, pajak mobil dijadikan 1000%.
- Kalau berangkat pukul 6.30 pagi, dijamin ketika keluar highway, pas sebelum Singapore Chinese Girl’s School macet total. Alasannya, mobil-mobil yang mengantarkan murid-murid cewek ini menghalangi jalan raya. Mereka cuek. Ya kan sekolah anak-anak pejabat atau orang kaya atau orang penting. Kenapa ya pejabat, orang kaya atau orang penting selalu dapat privilege? Ini sebenarnya melanggar HAM juga. Jadinya satu bus terlambat bekerja semua. Harusnya drop off point untuk murid sekolah itu ada di depan sekolah, bukan di dalam sekolah. Biar tidak macet.
Yah, mudah-mudahan MRT Downtown Line yang menghubungkan Bukit Panjang dan Pusat Kota segera jadi deh … biar tidak terjebak macet terus …
Sementara ini ya naik Bus 960.