Menjadi Alien


Ketika mendengar kata ‘alien’ pikiran saya langsung menuju ke film E.T. dan film lain yang menggambarkan alien dengan bentuk kepala lonjong dan tidak proporsi. Tapi kata alien ini jadi biasa di sini.

Kata ‘alien’ digunakan pemerintah Jepang sebagai label kepada penduduk asing yang bermukim di Jepang. Jika penduduk asing tinggal lebih dari 90 hari, ia wajib melapor ke kantor kota setempat (city office) guna mendapatkan Alien Registration Card, atau gaikokujin toroku shomeisho. Biasanya, diperlukan waktu dua minggu untuk mendapatkan alien card yang berwarna putih. Anak-anak berumur di bawah 16 tahun bisa langsung dapat alien card (kartunya tanpa foto).

Alien card ini wajib dibawa ke manapun kita pergi.

Bagi yang bermukim di Hino-city, Tokyo, bisa diperiksa link Hino City Office.

Catatan: Penduduk jepang tidak memiliki KTP. Kartu identitas yang mereka miliki adalah (jika ada) paspor, kartu mahasiswa, atau kartu ATM.

Hiragana


Teringat masa kecil yang harus menghafalkan huruf Arab. Kira-kira umur enam tahun. Dimulai dengan menghafalkan huruf, sampai menulis sambung.

Sekarang terulang lagi, mulai menghafalkan hiragana, nanti lanjut dengan katakana atau kanji. Tidak hanya hafal, tapi harus bisa berpikir otomatis ketika membaca tulisan itu. Langsung tahu artinya. Gitu orang jepang 98% literate semua. Hebat ya!

hiragana

Kopi, Karage Bento dan Riset


Kopi. Di Jepang saya jadi rajin minum kopi. Sehari bisa dua kali minum kopi, dan perut tidak mengalami gangguan. Aneh ya. Mungkin kopinya ringan. Tapi ini merk generik, sachet-an yang dijual di Hyaku-en (tokyo ‘semua serba 100 yen’). Barangkali kopinya memang cocok ya! ^_^ Kopi ini yang membuat melek di pagi hari. Masuk ke lab, bikin kopi, hidupkan komputer, mulai baca jurnal lagi. Atau FB dan ngeblog! Nikmatnya jadi mahasiswa.

Karage Bento. Ini menu kesukaan saya yang biasa dibeli di Sen-Ya, depot di depan kampus. Karage bento ini adalah nasi kotakan, isinya ayam goreng tanpa tulang yang digoreng pakai tepung. Rasanya campuran, ada asin, sedikit manis, ada rasa jahenya. Enak sekali. Tapi sepertinya banyak dikasih Ajinomoto ya! Soalnya enak banget! Di rumahpun saya beli ayam potong, lalu ditaburi tepung karage dan dimasukkan dalam kulkas. Setelah 20 menit, saya keluarkan dan digoreng. Ini enak juga. Gorengnya harus dengan api kecil, supaya dalamnya juga matang.

Riset. Semalam berpikir-membaca-berpikir-membaca-berpikir lagi tentang mau membahas tentang apa ya di seminar minggu depan. Seminar ini cuma internal lab saja. Jadi penontonnya ya profesor dan kawan-kawan mahasiswa. Mungkin hanya 7 orang. Topiknya tentang komposit jahit, alias stitched-composites.

  • Ada setidaknya tiga metode untuk menghitung modulus elastisitas komposit jahit. Metode pertama adalah dengan pendekatan numerik, voxel mesh, yang mirip finite element method. Metode kedua adalah unit cell model yang disimulasikan dengan finite element method. Metode ketiga, yang nampak elegan, adalah pendekatan Rule-of-Mixture dengan pelbagai knock-down factor (mereka menamakan Fiber Distortion Model). Ketiganya mencoba menghitung modulus elastisitas dalam arah bidang (in-plane). Model-modelnya diderivasi dari pengamatan mikrostruktur komposit jahit, lalu berusaha mengidealisasikan bentuknya. Model-modelnya mengasumsikan bahwa (1) ada region yang kaya akan matriks dan region ini berorientasi berbeda-beda, (2) thread tidak dimodelkan. Diperlukan sebuah model yang “pandai” artinya dia bisa mensimulasikan matrix-rich-region yang berubah-ubah dan mengikutsertakan faktor thread ke dalamnya. Menantang sekali! 
  • Menulis program komputer yang bisa mensimulasikan pengujian tarik sebuah spesimen komposit jahit. Programnya ingin ditulis di Fortran. Modelnya dibikin di Patran, lalu dianalisis dengan Fortran. Setidaknya kurva tegangan-regangan dari komposit jahit yang ditarik bisa dihasilkan semirip mungkin dengan eksperimen. Eksperimen digunakan untuk memvalidasi dan memberikan insight, di mana retak mulai terjadi dan merambat ke mana.
  • Menulis program komputer yang bisa mensimulasikan fatigue sebuah spesimen komposit jahit. Ini paling menantang. McNeal-Schwendler Company, alias MSC, udah mengeluarkan MSC.Fatigue, sebuah software package yang bisa mensimulasikan perilaku kelelahan (fatigue behavior) pada logam dan komposit, bahkan pesawat. Hebat to! Trus kontribusi sekarang apa? Diperlukan fatigue code yang bisa mensimulasikan stitched-composites. Ini penting, supaya ketika diimplementasikan di pesawat, kita bisa memprediksi kegagalan stitched-composite ini. 

Komposit


5 Okt 09. Meeting dengan advisor. Dia memberikan dua tema: (1) structural health monitoring (SHM), dan (2) in-plane strength of composites. Yang pertama terdengar keren, tapi sementara ini tidak disentuh dulu karena advisor merasa tidak cukup pengetahuan dalam SHM. Yang kedua terdengar biasa-biasa, tapi penting sekali dalam dunia komposit.

Catatan: mengenai apa itu bahan komposit, bisa dibuka bagian 1 & 2 link berikut PDF.  

14 Okt 09. Meeting dengan peneliti di JAXA. Oleh mereka, SHM dirasa terlalu dekat dengan industri, jadi kandungan ilmiahnya kurang. Yang jadi tantangan dalam SHM bukannya metodenya, tapi lokasi penanaman serat optik di struktur pesawat. Jika lokasinya sudah ditemukan ya selesai sudah. Tapi ini tugas orang-orang di industri, bukan akademisi. Untuk tema kelelahan pada komposit, orang JAXA sangat berminat; tapi ahlinya tidak ada. Jadi kita harus mandiri.

***

In-plane strength, atau kekuatan komposit dalam sumbu bidang (x-y), biasanya dipakai sebagai parameter untuk mendesain struktur (pesawat misalnya). Untuk mendapatkannya, bisa dengan melakukan eksperimen di laboratorium, yaitu melakukan uji tarik. Beban yang diberikan bisa berupa beban statik dengan rate yang lambat. Dalam uji tarik, kita bisa mengamati kurva tegangan – regangan suatu bahan. Dari kurva ini pula, kita bisa mendapatkan sesuatu yang kuantitatif, yaitu modulus Young, tegangan maksimum, regangan maksimum. Sesuatu yang kualitatif dari uji tarik adalah modus kegagalan (failure mode).

Berbeda dengan logam, modus kegagalan pada komposit berdifusi; karena komposit terdiri dari serat-serat dan matriks (misal: polimer), maka kegagalannya akan ditentukan oleh kegagalan-kegagalan kecil dari struktur penyusunnya, yaitu serat dan matriks. Serat biasanya lebih kuat, jadi yang gagal terlebih dahulu adalah matriks. Setelah itu kerusakan berdifusi dari matriks ke serat, kemudian membentuk delaminasi antar lapisan komposit. Kompleks sekali. Oleh sebab itu, pemodelan kegagalan pada komposit jauh lebih kompleks dibanding logam. Dan, teorema yang diajukan, meski kadang diderivasi dari teori-teori di logam, biasanya bersifat fenomenologis.

‘Fenomenologis’ adalah jargon yang sering muncul ketika membicarakan kegagalan pada komposit. Hal ini bukan pendekatan bottom-up sepertinya halnya matematika. Tapi top-down, berdasarkan observasi di laboratorium. Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan teori, dengan hasil eksperimen peneliti lain. Kondisi dan asumsi pada saat melakukan eksperimen dibaca kembali, kemudian, mulai mengusulkan suatu model yang logis mengenai kegagalannya. Keterbatasan dari sesuatu yang fenomenologis adalah bahwa ia terikat dengan kondisi batas, kondisi lingkungan, metode dan cara observasi. Sedikit banyak, dia subjektif. Oleh sebab itu, teori yang didasarkan pada pengamatan fenomena biasanya jadi bahan ‘perdebatan’ ilmiah dan verifikasi yang menyeluruh.

Yang membuat lebih kompleks adalah jenis komposit. Komposit banyak dipakai di struktur pesawat. Bahkan struktur airbus A380 memakai lebih dari 50% bahan komposit. Alasannya: ringan, tapi kuat. Kekurangannya: mahal, dan sulit untuk mendeteksi kerusakan. 

Jika kita berjalan di aisle pesawat sebenarnya kita berjalan di atas pelat komposit. Jika pelat ini tertimpa sesuatu yang tajam, misal sepatu hak tinggi (dari seorang wanita berbobot 100kg – hehe too much!), atau tertimpa ujung koper, maka ketika dibuka, bekas damage tidak akan ditemukan. Karena yang rusak adalah lapisan terbawah dulu! Alasannya: karena tegangan in-plane yang maksimum itu ada di lapisan terbawah. Hal ini menyebabkan adanya delaminasi antar lapisan di komposit (catatan: pelat komposit yang misal tebalnya 0.5cm, terdiri dari lapisan-lapisan tipis komposit disebut ply). 

Bagaimana mengurangi proses delaminasi? Ya dijahit! Komposit yang dihasilkan adalah stitched-composite, atau komposit jahit (terjemahan bebasnya). Komposit jahit terbukti tahan beban impak, atau tumbukan. Strain energy release rate untuk pembukaan retak jauh lebih tinggi dibanding komposit tanpa jahitan. Tapi bagaimana dengan perilaku kelelahannya (fatigue behaviour)?

Ada yang bilang, perilaku kelelahannya lebih baik sedikit atau sama; ada yang bilang lebih buruk dibanding komposit tanpa jahitan. Lha mana yang benar? Ya ini yang jadi pertanyaan mendasar dalam riset sekarang. Kemudian, bagaimana memprediksi kegagalan lelah komposit jahit? Diperlukan sebuah model matematik yang sederhana (karena kalau terlalu kompleks, terlalu banyak faktor dan kurang indah/elegan) untuk memprediksi kegagalan komposit jahit. Model matematiknya bisa diderivasi dari rumus terdahulu, dimasukin faktor-faktor lain, atau diderivasi dari eksperimen. Lagi-lagi metode ini fenomenologis. Tapi tidak apa, yang penting kan bisa memprediksi satu atau dua kasus.   

Dua Pemandu


Tingkatan bahasa Jepang saya barangkali dikategorikan pra-taman kanak-kanak. Universitas lalu menunjuk satu profesor muda dan satu tutor yang bertugas membimbing saya selama di Jepang. Profesor muda yang mendampingi saya berumur 1 tahun lebih tua dari saya (ini artinya saya termasuk mahasiswa yang cukup tua). Sedangkan tutor yang mendampingi saya ini sedang menyelesaikan tugas akhir atau skripsi S1. Tutor saya ini digaji 16000 yen per bulan.

Tugas profesor muda adalah mengurusi apartemen, registrasi untuk kartu penduduk luar (ini akan diceritakan lebih detil di artikel selanjutnya), keimigrasian, memperkenalkan tradisi dan kebudayaan Jepang (seperti memperkenalkan ke seluruh tetangga di apartemen – jumlahnya sembilan), mengantar berbelanja keperluan rumah, mengurus langganan internet hingga membawakan barang belanjaan yang cukup banyak.

Tugas tutor adalah mengantar saya keliling kampus, memperkenalkan sistem kampus, mendampingi saya ke kantor pos, bertemu staf administrasi universitas, makan siang, hingga memperbaiki sepeda dan mencarikan handphone buat saya.

Meski sang tutor berkali-kali mengatakan bahwa bahasa Inggrisnya jelek sekali, dia tetap berusaha merangkai kalimat dalam bahasa Jepang. Dia lalu meminjam kamus elektronik untuk membantunya menerjemahkan dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris. 

Catatan:

Mereka melaksanakan tugas-tugasnya dengan sungguh-sungguh. Mereka membuat catatan kecil dan bergumam sendiri bahwa ini tugas-tugas yang harus dia selesaikan untuk saya. Dedikasinya sangat tinggi, dan tidak melihat besar kecilnya pekerjaan. Tapi melihat bahwa seseorang wajib melaksanakan apa yang ditugaskan hingga selesai. Di samping itu juga bahwa perilaku mereka sangat sopan, berbicara dengan nada yang ramah, sabar.

Do You Smoke?


Narita, 1 Oktober 2009, 9.30 pagi. Seorang pemuda memegang selembar kertas bertuliskan TMU lengkap dengan simbolnya, dan nama saya. Saya lalu melambai padanya. Dia langsung setengah membungkuk, sambil menyalami saya. Saya memperkenalkan diri.

Pemuda ini bekerja untuk WASSCO, sebuah agen perjalanan Jepang. Tugasnya menjemput saya, lalu mengarahkan saya ke loket airport limousine bus. Awalnya saya membeli tiket untuk jam 3 sore. Tapi kemudian saya menukarnya dengan yang jam 11.30, di loket bus yang lain. Pemuda ini saya minta untuk pulang saja, karena toh saya sudah beli tiket. Dia juga telah memberi tahu di mana letak pintu bisnya. Dia menolak. Dia mengatakan bahwa tugasnya tidak hanya menjemput saya. Tapi dia harus menunggu hingga saya naik bis dan berangkat ke tujuan. Jadi, supervisornya akan marah jika dia pergi sebelum saya naik bis.

Karena masih lama menunggu, saya pergi ke internet booth untuk cek email. Saya memasukkan koin 100 yen, dan saya bisa browsing 10 menit. Ada beberapa email masuk dan saya perlu membalas. Tiba-tiba ada orang di belakang saya. Ternyata pemuda ini. Dia bertanya: “What are you doing?” Saya mengatakan saya sedang menulis email untuk teman, membayar rekening telpon. Dia hanya mengangguk saja (seperti bergumam “Ah so desu” – Oh I see), sambil tersenyum.

Setelah selesai cek email, kami pun duduk dan minum kopi kalengan. Saya bertanya sudah lamakan dia bekerja untuk WASSCO. Dia bilang baru beberapa bulan saja. Saya tanya lagi, apakah dia suka pekerjaannya (pertanyaan bodoh barangkali, tapi ini kan basa basi). Dia bilang iya dia menyukai pekerjaannya. Tiba-tiba dia bertanya balik: “Do you smoke?” Saya bilang saya sudah berhenti sekitar dua tahun lalu. Dia perokok, tapi dia bilang dia tidak boleh merokok selama bekerja. Dia hanya dibolehkan merokok ketika istirahat makan siang.